Edukasi tentang pentingnya memilah sampah telah dilakukan di sekolah,
di instansi pemerintah sampai kepada ibu-ibu rumah tangga. Proses
pemilahan sampah sangat membantu kita dalam melakukan proses daur ulang
sampah. Sampah yang setiap hari kita produksi pun sebenarnya sudah
menjadi permasalahan yang sangat menyita waktu dan pikiran dalam
menanganinya. Sama halnya dengan limbah, pemerintah memberlakukan
pentingnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di setiap jenis usaha
seperti rumah sakit dan industri besar lainnya.
Tidak hanya permasalahan sampah, permasalahan kerusakan lingkungan
pun semakin mengemuka ketika dunia menyatakan perang terhadap perusak
lingkungan. Isu pemanasan global (global warming) telah menjadi isu yang
sangat sentral bagi negara-negara berkembang dan negara sedang
berkembang.
Berbagai upaya saat ini dilakukan untuk mengembalikan kelestarian
alam, mulai dari penanaman pohon, meminimalisasi penggunaan bahan
berbahaya yang sulit untuk didaur ulang dan pengolahan sampah menjadi
bahan yang berguna.
Jika berbicara tentang sampah atau limbah, beberapa perusahan pun
saat ini sedang berlomba-lomba untuk melakukan pengolahan kembali limbah
yang mereka hasilkan. Ini semata-mata dilakukan bukan hanya untuk
mendapatkan sertifikat ISO atau sekadar pengakuan nasional atau
internasional bahwa perusahaan tersebut ramah terhadap lingkungan.
Bagi industri kelapa sawit misalnya, ada aturan yang telah disepakati
bernama Roundtable Suistanable Palm Oil (RSPO) - minyak sawit
berkelanjutan yang didalamnya ada unsur menyelamatkan lingkungan. Visi
untuk menyelamatkan lingkungan dan mengembalikan sistem pertanian kita
ke pertanian alami sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu dengan
diterapkannya Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) dimana kelompok tani
bisa mendapatkan hasil ganda dari usaha taninya yang berdampingan dengan
ternak.
SIPT dapat meningkatkan hasil usaha tani para kelompok tani. Di mana, limbah atau kotoran sapi bisa diolah menjadi kompos
sementara sisa jerami yang dari hasil panen padi bisa dimanfaatkan untuk
menjadi pakan ternak. Bahkan, seperti pernah penulis temukan di Serdang
Bedagai, petani yang menerapkan sistem ini bisa mendapatkan uang
tambahan dari hasil pengolahan limbah ternak mereka. Pola pemanfaatan
limbah dan mengolahnya menjadi rupiah ternyata tidak hanya diterapkan di
sektor pertanian.
Limbah yang selama ini dianggap menimbulkan pencemaran lingkungan,
menimbulkan bau busuk yang tak sedap dan berbagai sebutan lainnya
sebenarnya masih bisa dimanfaatkan. Paling tidak, sebagian sampah masih
bisa diolah menjadi bermanfaat bagi kehidupan manusia. Antara lain
mengolahnya menjadi kompos.
Pemanfaatan daur ulang sampah menjadi kompos sampai kapanpun selalu
bernilai ekonomis. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang yang
sangat bagus. Daur ulang merupakan salah satu strategi pengelolaan
sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan,
pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai.
Disamping menghemat sumber daya alam, energi, lahan TPA, juga membuat
lingkungan asri, upaya daur ulang sampah dilingkungan sendiri tak hanya
bernilai ekologis, tetapi juga ekonomis. Telah banyak pernak pernik
hasil olahan daur ulang kertas diperjual belikan.
Disadari atau tidak, dengan alasan ekologis ataupun ekonomis
sekalipun setiap upaya mendaur ulang sampah, baik kertas, plastik,
dedaunan maupun limbah rumah tangga apapun menjadi bagian dari upaya
menyelamatkan lingkungan.
Agar sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku kompos, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan pemilahan sampah atau limbah
sesuai jenis. Saat ini memang masih terasa sulit memilah-milahnya.
Namun, bila sejak awal sudah dibiasakan, pemilahan akan lebih mudah
dilakukan.
Sampah organik dapat dibuat menjadi kompos hanya dalam waktu dua
minggu, sisanya memerlukan waktu lebih lama. Sisanya, sebanyak 15-20
persen sampah organik yang tak terurai akan dibakar dan arangnya bisa
dimanfaatkan untuk menaikkan pH tanah dan mengikat unsur logam berat
yang beracun.
Dengan demikian, pembuatan kompos dari sampah organik akan sangat
menguntungkan. Masyarakat petani pun bisa mendapatkan penghasilan
tambahan. Sebagai asumsi, 1 kg sampah organik bisa menghasilkan 0,6 kg
kompos, dalam sehari bisa dihasilkan 2.100 ton kompos. Dalam sebulan
tersedia 63. 000 ton kompos. Jika tiap kg kompos dijual dengan harga Rp
200, gross income per bulannya mencapai 12,6 miliar dan net income Rp
6,3 miliar. Lumayan besar. Ternyata, dengan hanya mendaur ulang sampah
saja rupiah bisa didapat.
Terobosan lain yang telah dibuktikan cara kerjanya adalah pembuatan
Bokashi Padat. Ini sangat bermanfaat bagi petani yang tertarik dengan
tanaman sayuran atau musiman. Berdasar pada pengujiannya, setelah
diaplikasikan ke tanaman sayuran, proses panen lebih cepat. Untuk
tanaman sawi misalnya, normalnya bisa panen 27 sampai 30 hari bisa
diperpendek menjadi 21 hari, kangkung bisa panen 16 sampai 18 hari,
bayam 15 sampai 16 hari.
Cara pembuatan Bokashi Padat 1 ton, terdiri dari bahan kotoran ternak
(sapi, kambing atau ayam) 700 kg, sekam bakar 125 kg, sampah jagung
atau rumput yang sudah dicincang 150 kg, dedak 25 kg, EM 4 1 liter, gula
merah 0,5 kg dan air 30 liter.
Kemudian semua bahan (kotoran sapi, sekam, sampah dan dedak) dicampur
dengan rata. Hasil campuran bahan ini dibuat petakan seperti tahu
dengan ketebalan maksimal 15 cm. Selanjutnya, campur EM4 dan gula merah
yang telah dihaluskan dengan air 30 liter sampai larut merata, lalu
disiramkan di atas permukaan campuran bahan pertama dengan menggunakan
gembor.
Untuk mendapatkan hasil maksimal, campuran bahan ditutup dengan
plastik hitam, hindari terkena sinar matahari langsung dan hujan.
Kemudian, buka plastik penutup setiap pagi dan sore masing-masing selama
15 menit sampai pada hari ke 4 atau ke 5. Bokashi dinyatakan jadi jika
terbentuk jamur warna putih dan tidak mengeluarkan bau busuk.
Apabila di atas permukaan campuran tumbuh jamur warna hitam dan
mengeluarkan bau, itu tandanya Bokashi tidak jadi. Kalau Bokashi sudah
jadi, bisa langsung diaplikasikan ke tanaman. Untuk tanaman keras
dianjurkan 4 kg sampai 5 kg per tanaman dengan interval aplikasi 3
sampai 4 bulan sekali. Sementara untuk tanaman musiman, pada saat tanam
cukup satu genggam untuk satu lobang sampai tanaman panen.
Untuk tanaman sayuran atau musiman, aplikasi Bokashi bisa berkurang
kadarnya untuk pertanaman selanjutnya. Program ini sebenarnya sangat
berpotensi untuk disosialisasikan kepada petani-petani di berbagai
daerah. Pembuatan Bokashi secara besar-besaran dapat menyelamatkan
lingkungan dan menambah income petani yang menjualnya sebagai hasil
sampingan.
Kutipan dari :http://www.analisadaily.com/news/48991/memilah-sampah-menjadi-pupuk-organik