Kementerian Kehutanan berharap pengelolaan Restorasi Ekosistem Riau
(RER) di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Provinsi Riau, menjadi
model pengelolaan hutan berbasis sosial, yaitu memadukan konservasi alam
dengan meningkatkan peran masyarakat di sekitar hutan.
"Kementerian Kehutanan sedang mencari rumusan terbaik untuk restorasi
ekosistem. Parameter keberhasilan restorasi adalah masyarakat terlibat
secara aktif untuk menjaga hutan sehingga kondisi hutan lebih baik dan
kesejahteraan masyarakat juga meningkat," kata Staf Ahli Menteri
Kehutanan Made Subagia di Pekanbaru, Minggu.
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menerbitkan izin konsesi seluas
20.265 hektare (ha) kepada PT Gemilang Cipta Nusantara untuk mengelola
kawasan rawa gambut melalui izin usaha pemanfaatan hasil hutan
kayu-restorasi ekosistem di Semenanjung Kampar.
Landasan hukum pengelolaan RER di Semenanjung Kampar adalah Kepmenhut
No SK 395/Menhut-II/2012 yang akan berlaku selama 60 tahun.
Made mengakui implementasinya tidak mudah karena meski sudah ada
aturan tertulis namun pola pemberdayaannya belum baku dan perlu didisain
mengikuti situasi di lapangan. Ia mencontohkan kebiasaan masyarakat
mencari ikan dengan memanfaatkan transportasi kanal bisa dipertahankan
dengan menggunakan sistem buka tutup untuk mengatur tata air. "Ini agar
kegiatan ekonomi masyarakat tidak terganggu dan restorasi gambut bisa
dipertahankan," kata Made.
Made juga mengatakan masyarakat harus diadvokasi agar memahami
batasan areal yang bisa dimanfaatkan serta areal tertentu yang
dilindungi secara hukum untuk kepentingan konservasi. Persoalan lain
adalah mengubah perilaku masyarakat agar tidak melakukan tebas, timbun,
bakar karena hutan gambut rawan terbakar. Caranya dengan menetapkan
hutan masyarakat, hutan desa seta pola kemitraan.
"Metode yang diterapkan di RER cukup efektif karena melibatkan
multistakeholder. Selain itu, pembelajaran dari pengembangan
kebijakannya berbasis ilmu pengetahuan," katanya.