Penegakan UU Konservasi Masih Lemah

UU No. 5 Tahun 1990 yang mengatur tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem menyebutkan, pelaku pemburu satwa liar jenis langka dan dilindungi dapat diancam dengan hukuman pidana kurungan selama lima tahun atau denda mencapai Rp. 100 juta.  


Ternyata undang-undang tersebut masih merupakan isapan jempol belaka alias pepesan kosong.  Betapa tidak hingga detik ini kita masih terus dikejutkan dengan berbagai satwa liar kita satu persatu mati, tak peduli satwa tersebut telah termasuk dalam kategori terancam punah sekalipun.  Tak ada jaminan untuk mereka bisa hidup bebas di alam mereka.  Hingga  saat ini kita masih saja mendengar satwa-satwa tersebut mati dan pemburunya atau pembunuhnya masih melenggang bebas diluar, ataupun dihukum tapi tak sesuai dengan harapan kita.

Lihat saja kasus teranyar tentang dibunuhnya seekor gajah sumatra yang di sebut namanya genk.  Pelakunya masyarakat setempat, namun hingga detik ini pelakunya belum ada yang ditahan, belum lagi kasus pemeliharaan orangutan yang terjadi di aceh, juga hukuman yang diberikan tidak sesuai tuntutan.  Pony orangutan yang di jadikan pelacur pelakunya juga tidak mendapatkan hukuman.  Padahal Jelas-jelas orang tersebut telah bersalah dengan memelihara satwa dilindungi dan memperlakukannya dengan tidak bermoral.  Masih banyak lagi kasus-kaus serupa yang akhirnya tidak pernah mendapatkan klimaks.  Ancaman hukuman itu secara tegas menyebutkan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati.

Pelaku perburuan, pemelihara, penjual, dan penadah satwa liar semestinya mendapatkan hukuman sesuai dengan undang-undang tersebut sehingga memberikan efek jera pada si pelaku.  Namun hingga kini tidak ada satu kasuspun yang endingnnya sesuai dengan undang-undang tersebut.  Jika hal ini terus terjadi, sudah dapat dipastikan keberadaan atau nasib satwa liar kita baik yang dilindungi maupun yang tidak terlindungi akan mengalami nasib tragis yaitu "PUNAH".

Seyogyanya undang-undang tersebut dapat menjadi tameng atau benteng terakhir bagi satwa kita untuk terus dapat hidup di alam bebas.  UU tersebut tidak hanya berlaku pada hewan dilindungi di dalam kawasan konservasi, namun juga UU tersebut menjamin dan melindungi hewan yang dilindungi di luar kawasan konservasi.


Sungguh nasib malang bagi satwa kita, satwa-satwa yang dilindungi namun tak bisa terlindungi akibat lemahnya penegakan hukum UU tersebut, yang pada akhirnya satwa-satwa tersebut akan punah untuk selama-lamanya. (rie)


Kedih (thomas leaf monkey) yang ditembak oleh pemburu kemudian dibakar


Setelah di bakar Kedih-kedih ini akan disajikan di warung tuak untuk dimakan