Sungai Deli merupakan jalur transportasi dan perdagangan yang penting pada masa kejayaannya. Sungai
ini disebut dalam beberapa literatur pantun memiliki keindahan.
Airnya yang segar pernah dilintasi kapal-kapal layar berukuran sedang.
Namun, kini nasibnya justru berbalik. Sungai yang menghubungkan tiga
kabupaten, yakni Karo, Medan,dan Deliserdang tidak bisa lagi dilayari
kapal karena pendangkalan dan banyaknya sampah. Airnya pun sudah
tercemar dari hulu hingga hilir. Berdasar hasil pemantauan Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Sumatra Utara (Sumut) baru-baru ini,air Sungai
Deli terdeteksi sudah tercemar.
Kepala BLH Sumut Wan Hidayati
menyatakan, di hilir sungai telah dicemari cuprum dan amoniak.Sementara
itu,di tengahnya dicemari limbah organik domestik dan hotel. Di hulu
Sungai Deli dicemari erosi yang dibawa dari hutan ke arus sungai.
Menurut Hidayati, penyebab utama pencemaran ini, yaitu limbah dari 50
industri di sekitar Sungai Deli. ”Berdasar hasil kajian kami, terdapat
50 industri di sekitar Sungai Deli yang membuang limbah langsung ke
Sungai Deli,’’ ujarnya.
Selain disebabkan limbah industri,
pencemaran air Sungai Deli juga disebabkan penumpukan sampah di sekitar
sungai. Hingga saat ini terdapat 58 titik tumpukan sampah di sepanjang
Sungai Deli. Sampah yang tidak dikelola ini juga memunculkan gas metan
yang bisa memicu pemanasan global. Namun, data yang dilansir BLH Sumut
ini sempat dibantah BLH Medan.
Menurut BLH Medan, dari data
yang dilansir BLH Sumut, sebanyak 15 perusahaan di antaranya sudah
tutup. Kepala BLH Medan Purnama Dewi menuturkan, berdasarkan data hasil
pemantauan berkala, hanya 42 perusahaan yang membuang limbah ke Sungai
Deli. Namun, dia membantah perusahaan itu disebut mencemari Sungai Deli.
Dia beralasan, perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke sungai.
Dewi tidak menampik jika ada di antara perusahaan itu yang tidak
memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tetapi hanya memiliki
bak sedimentasi, misalnya PT Intan Trisula, PT Sumatera Tekstil, CV
Kober. PT Unibis belum memiliki IPAL karena masih dalam tahap pembuatan.
“Sementara itu, PT Asia Karet di Jalan Starban sama sekali tidak punya
dokumen apapun,baik upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup maupun sarana yang lain,”tandasnya.
Berdasarkan pemantauan BLH Medan, menurut Dewi, pencemaran Sungai Deli
masih pada tahap sedang. Pencemaran yang cukup tinggi ada di hulu sungai
yang airnya melintasi Kota Medan.
Berdasarkan baku mutu, kalau
sudah melewati ketentuan, BLH Medan akan terus melakukan pemantauan
setiap bulan. “Pencemaran Sungai Deli lebih didominasi limbah
domestik,yakni limbah rumah tangga hingga limbah perusahaan restoran dan
hotel yang ada di tengah kota.
Sementara itu,limbah industri
tidak begitu signifikan,” ujarnya. Sepanjang 2009, BLH Medan sudah
mengawasi pembuangan limbah di 90 lokasi yang terdiri atas 48 rumah
sakit, 28 hotel, dan 44 industri.
Ketua Komisi B Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Medan Irwanto Tampubolon menyatakan, Dewan akan
melakukan peninjauan untuk melihat secara langsung pencemaran di Sungai
Deli.Dia berharap BLH Medan bisa menyerahkan data-data perusahaan yang
diduga membuang limbah dan mencemari Sungai Deli.
Terlepas dari
perbedaan data industri yang berada di aliran Sungai Deli, pencemaran
air Sungai Deli merupakan tanggung jawab BLH Sumut. BLH Sumut sendiri
berkomitmen melakukan pemulihan kembali air Sungai Deli. Hidayati
menyatakan, BLH Sumut sudah mengajukan usulan pembangunan Unit Pelayanan
Terpadu (UPT) Pemeliharaan Kualitas Sungai Deli-Sungai Belawan kepada
Gubernur Sumut.
Ini dilakukan sebagai upaya untuk
merehabilitasi Sungai Deli yang sudah tercemar dari hulu hingga hilir.
“Pembangunan UPT itu sudah kami usulkan di tahun ini. Kami berharap
dengan dibangunnya UPT ini,setidaknya air Sungai Deli tidak lagi
tercemar. Sungai Deli diharapkan dapat bersih dan tidak ada lagi
sampah-sampah,”ujarnya.
UPT ini memiliki konsep two river one
management atau dua sungai diatur satu manajemen. Dengan
begitu,diharapkan koordinasi dan pengawasan terhadap Sungai Deli -
Belawan lebih terpadu dan konkret. Selama ini, pemantauan dan pengawasan
kualitas air Sungai Deli-Belawan masih sulit karena lintas sektoral dan
kawasan. Sebab,Sungai Deli dan Belawan merupakan sungai yang melintasi
tiga kabupaten/kota.
“Dengan satu manajemen, diharapkan kami
bisa merehabilitasi Sungai Deli lebih konkret,” tandasnya. UPT
Pemeliharaan Kualitas Sungai Deli dan Belawan ini diusulkan berkantor di
BLH Sumut. Jika sudah berdiri, akses pemantauan kualitas air Sungai
Deli bisa segera dilakukan. “Sebab, akses ke laboratorium BLH sudah
dekat karena berada pada satu kantor,”ujar mantan Kepala Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Laboratorium BLH Sumut ini.
Masalah limbah
industri yang berada di kawasan ini diharapkan Hidayati bisa selesai
dengan adanya UPT ini. UPT ini akan mengidentifikasi
perusahaan-perusahaan yang berada di kawasan Sungai Deli- Belawan.
Setelah diidentifikasi, perusahaan yang berada di kawasan itu harus
membayar kompensasi kepada pemerintah daerah. “Kompensasi ini berbentuk
pendapatan asli daerah (PAD) dan dana tersebut akan digunakan untuk
merehabilitasi kondisi lingkungan di Sungai Deli,” tandasnya.
Kompensasi lingkungan hidup ini bisa jadi tidak berbentuk uang tunai.
Perusahaan bisa langsung melakukan rehabilitasi di lingkungan.Selama
ini,dana tanggung jawab sosial perusahaan di kawasan Sungai Deli belum
fokus terhadap lingkungan hidup. “Kami berharap dana itu bisa digunakan
untuk merehabilitasi lingkungan. Kami juga bisa memberikan perusahaan
pilihan.”
Misalnya langsung melakukan pengelolaan lingkungan di
suatu kawasan,tetapi tetap harus ada kesepakatan kerja sama sehingga
komitmennya untuk kompensasi lingkungan itu jelas,”paparnya. Program
yang dilakukan BLH Sumut ini mendesak direalisasikan, di tengah kondisi
air Sungai Deli yang sudah tercemar dari hulu hingga hilir.
Sayangnya, hingga sekarang, tanda-tanda pendirian UPT Pemeliharaan
Kualitas Sungai Deli- Belawan juga menemui titik terang. Kalau kondisi
air Sungai Deli terus dibiarkan tanpa ada rehabilitasi, satu lagi situs
sejarah Kota Medan akan hancur. Medan tentunya semakin kehilangan akar
sejarah yang di masa lalu begitu jaya menjadi jalur transportasi dan
perdagangan.